Total Tayangan Halaman

Sabtu, 18 Juni 2011

5 Tangan Buddha

Djelas dari uraian pupuh tersebut bahwa Panca Tathagata (Lima Buddha) itu tidak lain adalah lambang dari Panca Skanda kita. Tentang Panca Skanda ini akan lebih djelas kita uraikan dalam peladjaran jang akan datang dengan titel Hukum Sebab Akibat (Patica Samupada).
Panca Tathagata ini ditjandi Agung Borobudur digambarkan sebagai Lima bentuk Sang Buddha dengan mudra2nja (sikap tangan) dengan tempat kedudukan tertentu sebagai berikut (lihat Bagan II).



Keterangan
Panca Tathagata adalah lambang djasmani dan rochani kita jang diletakkan dalam kedudukan2 kiblat tertentu dengan djasmani diletakkan dipusatnja. Dibagian tengah jang bulat terdapat patung Buddha dengan sikap meditasi dengan dilingkupi stupa berlobang jang menggambarkan seorang manusia (djasmani/Wairocana) jang telah melepaskan keduniawian untuk mentjapai Kebebasan.

Stupa besar teratas jang tertutup adalah lambang dari manusia jang telah mentjapai Kebebasan Mutlak (Nibbana/Nirwana) dan manunggal dengan Sang Adi Buddha. Dalam stupa tersebut dulu terdapat sebuah artja Buddha dalam bentuk kasar dan tak terselesaikan jang menggambarkan Sang Adi Buddha jang tak dapat dibajangkan oleh manusia.

Dalam Kitab Sutji Sang Hyang Kamahayanikan pupuh 16/17 disebutkan bahwa Sang Buddha atau Sang Sri Badjasatwa (mahluk jang penuh kekuatan) ada dalam diri kita. Gelar2 dari Sang Buddha banjak kita dapati dalam Buddha Nussanti dan Kitab Kekimpoi Sutasoma a.l. “Cri Badjrajnana Cunyatmaka parama siranindya pringgat wicesa, lila cuddha pratistenghrdaya jaya‐jayangken maha swarga loka, eka catreng carira nguripi sahan aning bhur‐bhuwah swah prakirnna, sak‐sat candrarkka purnnadbhuta ri wij iliran sangka ring bodhacitte” artinja:

Cri badjarajnana = Sang Buddha jang penuh kekuatan.
Parama sira = Jang Maha Esa.
Cunyatmaka = Kosong dari suatu atman (roch).
Anindya ring rat = tanpa bandingnja di alam semesta.
wicesa = jang Maha Kuasa.
Lila cuddha = Jang Terbahagia dan Sutji.
Pratisteng hrdaya = Jang bersemajam dalam diri kita.
Jaya‐jaya = Jang Djaja, Jang Terpudja.
angken maha swarga loka = Jang berkuasa di Sorgaloka.
eka catreng carira = Jang Tunggal ini memajungi kita.
anguripi sahaning bhur‐bhuwah swah prakirnna = Jang menghidupi, Jang mendjiwai sekalian Tribuana seluruhnja.

saksat candrarkka purnnadbhuta = laksana bulan Matahari jang bulat mentakdjubkan.
ri wij iliran sangka ring bodhi citta = Jang berasal dari bodhi citta.

Dengan kita menjebut Buddha maka sebenarnja sekaligus kita sudah menjebut Sang Adi Buddha, bhanga Sang Pacceka Buddha dan Sang Buddha Gautama. Karena itu penghormatan seorang umat Buddha tjukup dengan menjebut : NAMO BUDDHAYA !


Kedudukan Dewa/Bhatara Brahma, Wisnu dan Icwara/Ciwa dalam pupuh tersebut tidak lain daripada utusan Sang Buddha/Buddha Wairocana untuk “menyempurnakan” alam semesta ini. Trimurti tadi adalah lambang dari kehidupan mahluk, jaitu

lahir/uppada — dilambangkan sebagai Bhatara Brahma ‐ Dewa Pentjipta alam semesta.
tumbuh/thiti — dilambangkan sebagai Bhatara Wisnu ‐ Dewa Pembina alam semesta.
sakit, tua, mati — dilambangkan sebagai Bhatara Ciwa ‐ Dewa Perusak alam semesta.


Demikianlah uraian sedikit tentang Tuhan dan Ke‐Tuhanan dalam Agama Buddha. Keseluruhannja adalah benar karena tetap bersumberkan pada adjaran Sang Buddha. Hanja pada golongan Mahajana lebih ditonjolkan adjaran Sang Buddha itu dalam lambang2 seperti tersebut diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar